Rabu, 03 November 2010

Budaya Coret-coret Seragam Setelah Lulus Sekolah



Aksi corat-coret seragam sekolah saat lulu SMA sudah seperti sebuah 'ritual' di kalangan para siswa. Budaya ini sudah ada sejak jaman 'Evaluasi Belajar Tahap Nasional'(Ebtanas), hingga jaman Ujian Nasional (UN) di era millenium saat ini. Tak peduli berapa pun nilai hasil UN nya, "yang penting lulus dulu.

UN yang bagi seluruh Siswa SMU khususnya yang berada di kelas 3, adalah sesuatu hal yang perlu diseriusi. karena ini merupakan gerbang pertama yang menjadi penentu langkah selanjutnya. Keberhasilan tersebut harus dirayakan dengan penuh euforia. Implementasinya yang dengan coret-coret baju seragam.

Tak sedikit mereka yang merelakan wajah, tubuh hingga rambutnya untuk dijadikan sasaran coretan cat pilox. Tapi itu bukan soal, yang penting senang dulu, walaupun besok-besok baru ngerasa pusing plus bingung mau ke mana setelah lulus. Namun kenyatannya tradisi yang entah dari mana asal-usulnya tersebut terus saja dilakukankan di seluruh penjuru tanah air, terutama bagi pelajar-pelajar lulusan SMA yang telah menjadi kaum urban.

Pada ‘musim’ lulusan tahun ini, Rakyat Pos, mencoba menyelami apresiasi para siswa yang meraih kelulusan pada Ujian Nasional. Sebagian besar dari mereka mengaku bahwa aksi coret-coret tersebut nerupakan bentuk pelampiasan ekspresi mereka merayakan sebuah kebebasan.

Namun bagi sebagian siswa, menyemarakkan momentum itu dengan melakukan aksi coret-coret baju seragam, atau sekedar membubuhi tandatangan sesama teman, sebagai wujud kebahagiaan. Layaknya seperti tradisi valentine, kandati tak semua orang mengetahui asal-usul dan maknanya, namun karena sudah tradisi yang sepertinya sulit untuk ditinggalkan, yang penting ikut-ikutan mencoret atau dicoret sebagai kenang-kenangan. Budaya warisan kakak-kakak kelas ini, seolah doktrin yang diikuti para penerusnya mentah-mentah.

Seperti yang dilakukan kedua remaja putri di atas. Mereka membubuhkan tanda tangan teman-teman mereka, juga ungkapa-ungkapan kesenengan mereka karena lulus UN di seragam mereka. Bagi mereka itu akan menjadi suatu kenangan yang dapat diingat, ditunjukkan atau diceritakan tua nanti.

Meskipun menyenangkan, namun ada kalanya budaya corat-coret seragam ini merugikan masyarakat sekitar, entah itu mengendarakan motor secara kencang-kencang atau mengusili masyarakat sekitar. Namun kembali lagi, ini lebih tergantung dengan karakter murid-murid tersebut. Budaya ini tak apa tetap diteruskan, tapi jangan menganggu masyarakat sekitar atau merugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar