Merupaka jiwa wirausaha yang sangat diperlukan. Dengan memiliki jiwa wirausahwa, kita tidak terpaku pada urusan mencari pekerjaan, melainkan justru menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan dibekali jiwa wirausaha yang baik, tanpa menciptakan lapangan kerja sendiripun, kita akan bisa bekerja secara mandiri. Misalnya mampu membuat analisi, perencanaan, serta melakukan proses pelaporan yang baik.
3 Langkah Besar:
Entrepreneur haruslah selalu inovatif. Inovasi yang dihasilkan di sini bukanlah sekadar berpikir kreatif. Bibit inovasi harus dimulai dari kemampuan untuk berpikir inovatif (innovation thinking skills). Menurut Rhenald, tidaklah sulit untuk menjadi untuk menjadi seorang wirausahawan yang inovatif. Ada Sembilan langkah inovasi yang dikelompokkan dalam 3 langkah besar, yaitu:
• Mencari informasi, menemukan permasalahn, & membuat tujuan inovatif.
• Mencari stimulasi, menemukan pandangan baru, dan mengidentifikasi ide.
• Membuat pemetaan inovai, memiliki komitmen pada rencana pemetaan tersebut, serta menjalankannya.
Rhenald Kasali, Ph.D dalam salah satu seminar tentang wirausaha akhir April 2004 lalu mengatakan, wirausaha adalah persoalan cara berpikir (mindset). Menurutnya, banyak cara berpikir kita selama ini yang bekerja kantoran daripada membuka usaha sendiri karena merasa bekerja kantoran lebih member rasa “aman”. Kita juga kerap ragu-ragu untuk melakukan sesuatu karena belum apa-apa sudah takut gagal. Tentu saja sifat-sifat ini bisa diperbaiki. Peran orang tua, guru dan lingkungan amatlah penting untuk mendukung. Sifat-sifat pendukung ini yaitu, percaya diri, mandiri & bertanggung jawab. Selain 3 sifat tersebut, ada sifat lain yang bisa mendukung jiwa wirausaha, yaitu fleksibel, mampu menyesuaikan diri, mampu bersosialisasi & mampu bertoleransi dengan baik.
Menghitung Risiko
Inilah sikap-sikap yang mendukung lahirnya jiwa wirausaha dalam menghitung risiko:
• Berpikir sederhana, namun penuh perhitungan. Meskipun memiliki cita-cita setinggi langit, namun tidak memulai hal besar yang berada di luar kemampuannya. Mulailah dari hal kecil, dengan penuh perhitungan atas risikonya.
• Selalu mencari peluang dan bersikap panjang akal. Kreatif & imajinatif, serta tak mudah putus asa ketika menghadapi kendala.
• Menemukan hal-hal baru. Tidak puas jika menjadi peniru, alias selalu ingin menjadi pionir.
• Antusias. Bersemangat menjalani aktivitas yang dia lakukan.
Sabtu, 27 November 2010
Jumat, 12 November 2010
BEBERAPA MAKANAN TERTENTU YANG BISA MEMPERBAIKI SUASANA HATI
• Coklat dan Ice Cream
Penelitian membuktikan 2 macam makanan ini bisa menghilangkan rasa bad mood. Jadi apa salahnya kalau dicoba, hanya saja ingat, perhatikan jumlahnya, karena mengonsumsi cokelat atau ice cream berlebihan bisa memicu kegemukan.
• Selenium-Contained Food
Selenium itu sejenis gizi yang berfungsi memperbaiki suasana hati, meningkatkan kerja otak, dan daya tahan tubuh. Biasanya makanan yang mengandung selenium itu ada pada makanan yang memiliki kadar protein tinggi, seperti ikan (air tawar atau kerang laut), kerang-kerangan, daging sapi, daging ayam, telur, tomat, bawang putih, tempe, tahu dan yoghurt. Penelitian di AS pada tahun 1996 & 1988 membuktikan kalau orang yang tubuhnya memiliki kadar selenium rendah itu lebih cepat marah, uring-uringan, depresi, dan gampang bosan.
• Makanan Berbumbu Pala
Penelitian bilang kalau pala itu bisa meningkatkan kerja setonin, hormon yang ada dalam sel-sel otak ini adalah neurotransmitter (penghantar sinyal saraf). Serotonin yang dihasilkan oleh tubuh dari asam amino ini punya fungsi mengendalikan &mengontrol suasana hati dengan cara memberikan efek tidur dan ketenangan dalam pikiran, punya peran penting dalam pikiran, punya peran penting dalam mengatur amarah dan agresivitas, serta menciptakan rasa senang dan melepas depresi. Cuma hati-hati, konsumsi berlebihan terhadap makanan berbumbu pala malah bisa jadi racun buat tubuh.
• Daun Sirih
Selain berfungsi sebagai antiseptik yang bisa mengusir bau mulut, penyakit gigi dan gusi, serta membersihkan organ kewanitaan, juga dipercaya punya efek memberikan ketenangan dan meningkatkan konsentrasi.
Penelitian membuktikan 2 macam makanan ini bisa menghilangkan rasa bad mood. Jadi apa salahnya kalau dicoba, hanya saja ingat, perhatikan jumlahnya, karena mengonsumsi cokelat atau ice cream berlebihan bisa memicu kegemukan.
• Selenium-Contained Food
Selenium itu sejenis gizi yang berfungsi memperbaiki suasana hati, meningkatkan kerja otak, dan daya tahan tubuh. Biasanya makanan yang mengandung selenium itu ada pada makanan yang memiliki kadar protein tinggi, seperti ikan (air tawar atau kerang laut), kerang-kerangan, daging sapi, daging ayam, telur, tomat, bawang putih, tempe, tahu dan yoghurt. Penelitian di AS pada tahun 1996 & 1988 membuktikan kalau orang yang tubuhnya memiliki kadar selenium rendah itu lebih cepat marah, uring-uringan, depresi, dan gampang bosan.
• Makanan Berbumbu Pala
Penelitian bilang kalau pala itu bisa meningkatkan kerja setonin, hormon yang ada dalam sel-sel otak ini adalah neurotransmitter (penghantar sinyal saraf). Serotonin yang dihasilkan oleh tubuh dari asam amino ini punya fungsi mengendalikan &mengontrol suasana hati dengan cara memberikan efek tidur dan ketenangan dalam pikiran, punya peran penting dalam pikiran, punya peran penting dalam mengatur amarah dan agresivitas, serta menciptakan rasa senang dan melepas depresi. Cuma hati-hati, konsumsi berlebihan terhadap makanan berbumbu pala malah bisa jadi racun buat tubuh.
• Daun Sirih
Selain berfungsi sebagai antiseptik yang bisa mengusir bau mulut, penyakit gigi dan gusi, serta membersihkan organ kewanitaan, juga dipercaya punya efek memberikan ketenangan dan meningkatkan konsentrasi.
SINGLE IS FUN!!
“Udah berapa jadi jomblo?”;”Kenapa ga cari pacar sih?”;bahkan “Jangan-jangan kamu…”; dan kata-kata lain sejenis dari teman sebaya dan orang di sekitar kita kadang membuat kita berpikir bahwa jadi jomblo itu salah, bahkan kutukan. Belum lagi situasi dan keadaan di luar sana. Saat kita mendengarkan music, genre musiknya love song; saat nonton televise, acaranya cinta-cintaan; saat baca majalah, topic-topiknya soal pasangan-pasangan artis terbaru; waktu jalan-jalan ke mall, semua jalan dengan pasangannya masing-masing.
Semua itu tambah membuat kita berpikir bahwa jomblo itu salah dan karena itu kita menjadi tidak bisa menikmati hidup. Padahal jadi jomblo itu sama sekali tidak salah. Sebenarnya, menjadi jobmblo itu adalah waktu yang baik dan menguntungkan! Kenapa bisa? Berikut poin-poin di bawah ini. ^_^
1. Meningkatkan diri
Menjadi jomblo bukan berarti kita jadi pasif dan tidak melakukan apa-apa sambil menunggu Tuhan mengirimkan seoran “pangeran” atau “putri” buat kita. Saat kamu mencari “the prince” atau “the princess”, ingatlah bahwa mereka itu juga mencari mu. Artinya, kalau kamu mau mendapatkan pacar yang terbaik (seiman, baik, sabar, pintar, dan segala maca, tergantung criteria pribadi masing-masing orang), maka kamu juga HARUS BISA JADI CALON PACAR YANG TERBAIK.
Jadi, kalau sekarang ini kamu sedang jomblo, gunakan masa-masa ini buat meningkatkan dirimu jad lebih baik, secara penampilan maupun karakter. Penampilan yang baik itu memang perlu, tapi kalau karakternya buruk sama saja bohong. Tingkatkan karaktermu menjadi lebih baik saat kamu sedang “kosong”.
2. Berprestasi
Ini bukan berarti kamu tidak perlu menikah. Yang terpenting di sini adalah menjadi jomblo itu seharusnya membuat kita bisa melakukan lebih banyak hal. Bayangkan, kalau kamu tidak perlu membagi waktu dan prioritasmu dengan orang lain, pasti kamu bakalan punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal lain, yang bermafaat tentunya.
Jadi, saat kamu jomblo, kamu tidak perlu bingung. Anggaplah masa ini sebagai berkat dan gunakan waktu jomblo ini untuk berprestasi dan menjadi dampak buat orang-orang yang ada di sekitarmu, melalui waktu, bakat dan sebagainya. Belajarlah dengan giat di sekolah atau kampusmu dan CETAKLAH PRESTASI. Bekerjalah dengan smart dan tingkatkan kapasitas diri di tempat kerja kalau sekarang kamu sudah berkerja. Pakailah waktu ini untuk melakukan yang terbaik, bukan hanya untuk dirimu sendiri, namun juga untuk membuat orang-orang yang menyayangimu bangga.
Semua itu tambah membuat kita berpikir bahwa jomblo itu salah dan karena itu kita menjadi tidak bisa menikmati hidup. Padahal jadi jomblo itu sama sekali tidak salah. Sebenarnya, menjadi jobmblo itu adalah waktu yang baik dan menguntungkan! Kenapa bisa? Berikut poin-poin di bawah ini. ^_^
1. Meningkatkan diri
Menjadi jomblo bukan berarti kita jadi pasif dan tidak melakukan apa-apa sambil menunggu Tuhan mengirimkan seoran “pangeran” atau “putri” buat kita. Saat kamu mencari “the prince” atau “the princess”, ingatlah bahwa mereka itu juga mencari mu. Artinya, kalau kamu mau mendapatkan pacar yang terbaik (seiman, baik, sabar, pintar, dan segala maca, tergantung criteria pribadi masing-masing orang), maka kamu juga HARUS BISA JADI CALON PACAR YANG TERBAIK.
Jadi, kalau sekarang ini kamu sedang jomblo, gunakan masa-masa ini buat meningkatkan dirimu jad lebih baik, secara penampilan maupun karakter. Penampilan yang baik itu memang perlu, tapi kalau karakternya buruk sama saja bohong. Tingkatkan karaktermu menjadi lebih baik saat kamu sedang “kosong”.
2. Berprestasi
Ini bukan berarti kamu tidak perlu menikah. Yang terpenting di sini adalah menjadi jomblo itu seharusnya membuat kita bisa melakukan lebih banyak hal. Bayangkan, kalau kamu tidak perlu membagi waktu dan prioritasmu dengan orang lain, pasti kamu bakalan punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal lain, yang bermafaat tentunya.
Jadi, saat kamu jomblo, kamu tidak perlu bingung. Anggaplah masa ini sebagai berkat dan gunakan waktu jomblo ini untuk berprestasi dan menjadi dampak buat orang-orang yang ada di sekitarmu, melalui waktu, bakat dan sebagainya. Belajarlah dengan giat di sekolah atau kampusmu dan CETAKLAH PRESTASI. Bekerjalah dengan smart dan tingkatkan kapasitas diri di tempat kerja kalau sekarang kamu sudah berkerja. Pakailah waktu ini untuk melakukan yang terbaik, bukan hanya untuk dirimu sendiri, namun juga untuk membuat orang-orang yang menyayangimu bangga.
Liku-liku Mengasuh Anak Berbakat
Tanpa diasah, manalah mungkin batu permata memancarkan keindahannya. Demikian pula anak berbakat. Dalam peringatan The Solo Years, 30th Anniversary Celebrition, yang diadakan untuk King of Pop Michael Jackson (47) pada tanggal 7 dan 10 September 2001, duduk di deretan depan bintan Home Alone Macaulay Culkin (27). Mereka memang bersahabat. Kepada New York Magazine, Mac mengakui persahabatannya dengan Michael didasari persamaan, tumbuh di bawah tatapan para penonton. “Tanpa sadar kami terus menjadi anak-anak berusia 8 tahun karena saat masa itu datang kami tidak mempunyai kesempatan menikmatinya.”
Misi semula mengembangkan bakat anak, tanpa sadar melenceng akibat kilauan harta. Dengan segala kesulitan itu, teori seleksi alam tetap berlaku. Hanya yang benar-benar menghayati perannya yang mampu bertahan & berkembang. Untuk mengambil contoh dari tanah air, Sherina, Angie Widjaja, & Joshua. Bagaimana gambaran lika-liku mengasah bakat mereka?
PEMBIASAAN DINI
“Soal berbakat atau tidak, nanti akan terlihat. Setidaknya, anak terlatih belajar berdisiplin. Kalau dimulai saat dewasa, akan lebih sulit berkembang,” tutur Luki ibu Sherina.
PILAH-PILIH PROSES BELAJAR
Sherina(15) bersama Luki yang juga merangkap menjadi manajer, baru memutuskan untuk tampil dalam pertunjukkan paling hanya 1 kali dalam sebulan. Karena Luki melihat tugas utamanya adalah sebagi pelajar. Tak heran bila ia berusahan selektif dalam memilih pementasan yang bisa diikuti Sherina. Artinya, dari pementasan tersebut putrinya dapat menimba ilmu lebih dalam tentang soal apapun, tak hanya soal menyanyi dan bermain music, tapi juga mengenal proses belajar.
TAK BANYAK TAHU UANG
Implikasinya, Joshua makin terkenal, keeping rupiah pun mengalir deras ke koceknya. Benarkah? Ternyata tidak. Orang tuanyalah yang mengelola keuangan Joshua. “Itu agar Joshua tidak merasa berbeda dengan adiknya, karena merasa sudah mencari uang sendiri,” tutur Jedy yang menuturkan bahwa tanpa cara itu pun sebenarnya sudah ada masalah, yakni soal kecemburuan antara adik-kakak, antara Joshua dan Jose.
Luki (ibu Sherina) pun tidak menghendaki putrinya mengenal uang sejak kecil. “Ia tidak pernah tahu berapa honor yang diterima.” Saat Sherina ngebet ingin membuat album, Luki akan jujur bahwa mereka tidak cukup uang untuk tujuan itu.
“BEBAS” SETELAH SMU
Minimal anak lulus SMU, selanjutnya mereka sendiri yang menentukan. “Kemauannya (Sherina) memang banyak. Sebab itu kami memberi kesempatan seluas-luasnya pada apa yang diminati, agar ia tidak hanya terpaku pada satu keahlian,” kata Luki. Paham pemikiran ini memberikan anak kebebasan penuh dalam menentukan pilihan, meski tentu jangan pula sampai kebablasan
Daftar Pustaka : Sumber: Brilyantini, 2004, Kumpulan Artikel Psikologi Anak, PT Intisari Mediatama, Jakarta
Misi semula mengembangkan bakat anak, tanpa sadar melenceng akibat kilauan harta. Dengan segala kesulitan itu, teori seleksi alam tetap berlaku. Hanya yang benar-benar menghayati perannya yang mampu bertahan & berkembang. Untuk mengambil contoh dari tanah air, Sherina, Angie Widjaja, & Joshua. Bagaimana gambaran lika-liku mengasah bakat mereka?
PEMBIASAAN DINI
“Soal berbakat atau tidak, nanti akan terlihat. Setidaknya, anak terlatih belajar berdisiplin. Kalau dimulai saat dewasa, akan lebih sulit berkembang,” tutur Luki ibu Sherina.
PILAH-PILIH PROSES BELAJAR
Sherina(15) bersama Luki yang juga merangkap menjadi manajer, baru memutuskan untuk tampil dalam pertunjukkan paling hanya 1 kali dalam sebulan. Karena Luki melihat tugas utamanya adalah sebagi pelajar. Tak heran bila ia berusahan selektif dalam memilih pementasan yang bisa diikuti Sherina. Artinya, dari pementasan tersebut putrinya dapat menimba ilmu lebih dalam tentang soal apapun, tak hanya soal menyanyi dan bermain music, tapi juga mengenal proses belajar.
TAK BANYAK TAHU UANG
Implikasinya, Joshua makin terkenal, keeping rupiah pun mengalir deras ke koceknya. Benarkah? Ternyata tidak. Orang tuanyalah yang mengelola keuangan Joshua. “Itu agar Joshua tidak merasa berbeda dengan adiknya, karena merasa sudah mencari uang sendiri,” tutur Jedy yang menuturkan bahwa tanpa cara itu pun sebenarnya sudah ada masalah, yakni soal kecemburuan antara adik-kakak, antara Joshua dan Jose.
Luki (ibu Sherina) pun tidak menghendaki putrinya mengenal uang sejak kecil. “Ia tidak pernah tahu berapa honor yang diterima.” Saat Sherina ngebet ingin membuat album, Luki akan jujur bahwa mereka tidak cukup uang untuk tujuan itu.
“BEBAS” SETELAH SMU
Minimal anak lulus SMU, selanjutnya mereka sendiri yang menentukan. “Kemauannya (Sherina) memang banyak. Sebab itu kami memberi kesempatan seluas-luasnya pada apa yang diminati, agar ia tidak hanya terpaku pada satu keahlian,” kata Luki. Paham pemikiran ini memberikan anak kebebasan penuh dalam menentukan pilihan, meski tentu jangan pula sampai kebablasan
Daftar Pustaka : Sumber: Brilyantini, 2004, Kumpulan Artikel Psikologi Anak, PT Intisari Mediatama, Jakarta
MEREDAKAN LEDAKAN EMOSI SI KECIL
Nicho adalah anak yang sangat aktif. Sebagaimana anak kecil pada umumnya, di saat-saat tertentu, Nicho pun suka ngambek. Mainannya bisa ia banting, segala bujuk rayu ibunya tak mempan untuk menenangkan bocah ini. Mengapa anak sekecil ini bisa berlaku kasar seperti itu? Sudah pasti orang tuanya tidak pernah mengajarkan demikian. Apa yang dialami Nicho adalah reaksi memuncak yang berbentuk ledakan emosi tak terkontrol. Bentuk kemarahan atau frustasi ini dikenal dengan nama temper tantrum (lebih sering disebut tantrum)
Bentuk tantrum bisa bermacam-macam, mulai dari menjerit, menangis berguling-guling, merengek, membanting, mogok mengerjakan sesuatu, menendang atau memukul. Ketika “kumat” sebetulnya anak sedang mengalami masalah. Dia tidak memahami kenapa bisa begini, atau begitu. Karena si anak tidak memahami apa keinginannya itulah, maka timbullah impulsive behavior dalam bentuk tantrum ini.
REAKSI ILMIAH
Menurut Jacinta F. Rini, Msi, project consultant dari Harmawan Consulting, setiap anak usia 1-3 tahun sering kali melampiaskan perasaan dalam bentuk tantrum. Ini sangat ilmiah, karena mereka belum tahu cara mengekspresikan emosi dengan benar. Pada usia-usia tersebut anak sudah memiliki will power, keinginan melakukan hal-hal tertentu sendiri. Ledakan emosi ini kerap menumbuhkan power struggle antara anak & orang tua.
Terlebih ketika anak mulai membangun sense of self (rasa keakuan) yang kuat. Anak mulai berpikir, “Aku ingin melakukannya sendiri” atau “Aku ingin barang itu!” Keinginan yang tak sebanding dengan kemampuan untuk mengungkapkan inilah yang lantas menimbulkan tantrum. Kerap atau tidaknya tantrum muncul, berbeda dengan anak yang 1 dengan yg lainnya. Yang sering membuat orang tua bingung adalah ketika bentuk tantrumnya sudah dianggap “kelewatan” & tak terkendali.
Sebetulnya, ledakan emosi yang tak terkontrol ini juga membuat si anak tersiksa. Biasanya, ketika tantrum sudah mereda, si anak akan merasa kelelehan, & juga merasa kesal karena tujuan yang dia inginkan belum tercapai. Dia juga kesal, karena tidak bisa mengendalikan emosinya.
AKIBAT FRUSTASI
Tantrum seringkali merupakan hasil dari rasa frustasi si anak terhadap hal di sekitarnya, karena ia tidak dapat mendapatkan apa yang dia inginkan. Padahal, rasa frustasi adalah bagian yang tak bisa dihindari, karena merupakan hal yang dipelajari oleh seorang anak untuk mengetahui bagaimana orang lain, benda, atau tubuhnya sendiri bekerja. Secara garis besar penyebab tantrum adalah karena anak ingin mencari perhatian, lelah, lapar, tidak mampu mengungkapkan diri, tidak terpenuhinya kebutuhan, & merasa tidak aman.
Setelah mereka berusian 3 tahun, Anda bisa mengajari buah hati untuk mengungkapkan secara verbal perasaannya. Anak juga perlu diajari, bahwa rasa marah adalah normal, asal dikendalikan secara tepat. Temper tantrum mulai berkurang saat anak memasuki usia sekolah. Semakin besar anak, orang tua bisa mengingatkannya, mengajari mereka untuk menghitung sampai 10 juga bisa dijadikan salah 1 cara untuk mengontol kemarahan.
Untuk mengataisi masalah ini, orang tua pun harus menanganinya secara tepat. Orang tua yang selalu meluluskan permintaan anak yang dicetuskan dalam tantrum, membuat anak merasa “sukses” melancarkan aksinya. “Akibatnya, tindakan ini akan diulanginya lagi,” papar Jacinta yang menyelesaikan di bidang psikologi klinis di Universitas Indonesia.
Tantrum juga bisa dijadikan alat tes anak terhadap orang tuanya. “Lewat cara learning by experiencing, anak akan tahu, sampai batas mana orang tua bisa tahan terhadap rengekan atau teriakan si anak,” tandas wanita bersuara lembut ini serius.
BIARKAN SENDIRI
Tindakan pertama yang harus segera dilakukan ketika anak sedang tantrum, adalah membiarkannya sendiri, selama itu memungkinkan. Anda juga bisa mencoba mengajarinya mengontrol diri lewat hal-hal kecil dengan pertanyaan-pertnyaan pilihan, hindari penggunaan kata-kata yang membuat anak hanya menjawab dengan “ya” atau “enggak”. Jika anak marah karena menginginkan sesuatu, pertimbangkan keinginan tersebut dengan serius. Mungkin saja karena ia tidak tahu cara yang tepat untuk mengungkapkan keinginannya, sehingga dia marah hanya untuk sebuah keinginan yang sederhana.
HINDARI HUKUMAN FISIK
Tetap tenang adalah hal terpenting menghadapi tantrum. Anak akan menjadikan Anda sebagai contoh, jadilah contoh yang baik dengan cara tenang & tidak berteriak saat Anda sedang marah. Teriakan atau hukuman fisik hanya akan diterima oleh anak sebagai sinyal penggunaan kekuatan. “Cara marah dari orang tua atau orang dewasa di sekitar anak, bisa menjadi role model bagi anak,” tutur Jacinta.
Menghukum anak bukanlah cara yang tepat, karena anak mendapat hukuman atas tindakan yang sebetulnya tidak bisa dia kendalikan. Ketika anak tantrum, orang tua harus bisa mengalihkan perhatian anak.mengalihkan perhatian ini berguna, agar orang tua tidak lelah & terbawa emosi. Jika tantrumnya sudah lewat, barulah orang tua bisa mencari tahu apa penyebabnya. Dekapan hangat & ucapan lembut akan membuat si anak dapat mengontrol dirinya kembali. “ Jadi, bukan orang tua yang menanamkan apa yang harus dilakukan oleh anak, tapi orang tua membantu agar anak menemukan sendiri apa yang membuat dia kesal & menemukan jalan keluarnya.”
CARA MENGATASINYA
1. Beri dukungan &bantuan
Pada saat tantrum anak membutuhkan orang tua yang bisa mendengarkan mereka. Peluk pundak anak, & ucapkan kata-kata penuh pengertian.
2. Mengacuhkan tantrum anak
Selama hal itu tidak berbahaya, abaikan dia. Kalau perlu, pindah ke ruangan lain, sehingga tidak ada lagi yang memperhatikan anak yang sedang tantrum. Katakan saja padanya, “Ibu tahu adik sedang marah, Ibu akan meninggalkan kamu sampai kamu tenang. Bila pada Ibu begitu adik sudah siap untuk bicara.”
3. Antisipasi tantrum
Hindari hal yang tak perlu yang tak disukai anak, & bisa memicu tantrum. Beberapa jenis tantrum bisa dicegah dengan tidak melarang anak melakukan sesuatu secara tiba-tiba, melainkan member peringatan beberapa menit sebelum mereka melakukannya.
4. Beri waktu jeda
Kalau tantrumnya terlalu agresif & tak mungkin diabaikan oleh orang tua, pindahkan anak ke ruangan yang agak sepi selama 2-5 menit. Suruhlan anak untuk diam di kursi, di sudut, atau dikamarnya, sekitar 5 menit. Tekankan kepadanya bahwa dia harus berada di tempat tersebut, sampai bisa mengendalikan dirinya. Bila tantrum terjadi di tempat ramai, angkat lah anak ke tempat yang lebih lenggang, berilah pelukan yang menenangkan. Ketika sudah tenang, barulah anak bisa diberi pengertian mengenai keinginannya tadi.
AJAK DIALOG
Dalam dialog tersebut, buatlah agar anak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. “Bukan orang tua yang menanamkan bahwa si anak harus begini atau begitu, karena anak akan tambah frustasi,” Jacinta mengingatkan. Misalnya bertanyalah seperti, “Kenapa tadi adik marah? Adik kesal ya? Kenapa adik kesal? Dada adik terasa sesak? Adik ingi apa sebetulnya?” akan membuat anak mengerti tentang penyebab rasa marah yang tadi meledak.
Menuru Jacinta, pelajarn pengenalan emosi akan membuat anak bisa mengendalikan dirinya ketika emosi tersebut datang. Selain itu juga bisa mengajak anak untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Daftar Pustaka: Brilyantini, 2004, Kumpulan Artikel Psikologi Anak, PT Intisari Mediatama, Jakarta
Bentuk tantrum bisa bermacam-macam, mulai dari menjerit, menangis berguling-guling, merengek, membanting, mogok mengerjakan sesuatu, menendang atau memukul. Ketika “kumat” sebetulnya anak sedang mengalami masalah. Dia tidak memahami kenapa bisa begini, atau begitu. Karena si anak tidak memahami apa keinginannya itulah, maka timbullah impulsive behavior dalam bentuk tantrum ini.
REAKSI ILMIAH
Menurut Jacinta F. Rini, Msi, project consultant dari Harmawan Consulting, setiap anak usia 1-3 tahun sering kali melampiaskan perasaan dalam bentuk tantrum. Ini sangat ilmiah, karena mereka belum tahu cara mengekspresikan emosi dengan benar. Pada usia-usia tersebut anak sudah memiliki will power, keinginan melakukan hal-hal tertentu sendiri. Ledakan emosi ini kerap menumbuhkan power struggle antara anak & orang tua.
Terlebih ketika anak mulai membangun sense of self (rasa keakuan) yang kuat. Anak mulai berpikir, “Aku ingin melakukannya sendiri” atau “Aku ingin barang itu!” Keinginan yang tak sebanding dengan kemampuan untuk mengungkapkan inilah yang lantas menimbulkan tantrum. Kerap atau tidaknya tantrum muncul, berbeda dengan anak yang 1 dengan yg lainnya. Yang sering membuat orang tua bingung adalah ketika bentuk tantrumnya sudah dianggap “kelewatan” & tak terkendali.
Sebetulnya, ledakan emosi yang tak terkontrol ini juga membuat si anak tersiksa. Biasanya, ketika tantrum sudah mereda, si anak akan merasa kelelehan, & juga merasa kesal karena tujuan yang dia inginkan belum tercapai. Dia juga kesal, karena tidak bisa mengendalikan emosinya.
AKIBAT FRUSTASI
Tantrum seringkali merupakan hasil dari rasa frustasi si anak terhadap hal di sekitarnya, karena ia tidak dapat mendapatkan apa yang dia inginkan. Padahal, rasa frustasi adalah bagian yang tak bisa dihindari, karena merupakan hal yang dipelajari oleh seorang anak untuk mengetahui bagaimana orang lain, benda, atau tubuhnya sendiri bekerja. Secara garis besar penyebab tantrum adalah karena anak ingin mencari perhatian, lelah, lapar, tidak mampu mengungkapkan diri, tidak terpenuhinya kebutuhan, & merasa tidak aman.
Setelah mereka berusian 3 tahun, Anda bisa mengajari buah hati untuk mengungkapkan secara verbal perasaannya. Anak juga perlu diajari, bahwa rasa marah adalah normal, asal dikendalikan secara tepat. Temper tantrum mulai berkurang saat anak memasuki usia sekolah. Semakin besar anak, orang tua bisa mengingatkannya, mengajari mereka untuk menghitung sampai 10 juga bisa dijadikan salah 1 cara untuk mengontol kemarahan.
Untuk mengataisi masalah ini, orang tua pun harus menanganinya secara tepat. Orang tua yang selalu meluluskan permintaan anak yang dicetuskan dalam tantrum, membuat anak merasa “sukses” melancarkan aksinya. “Akibatnya, tindakan ini akan diulanginya lagi,” papar Jacinta yang menyelesaikan di bidang psikologi klinis di Universitas Indonesia.
Tantrum juga bisa dijadikan alat tes anak terhadap orang tuanya. “Lewat cara learning by experiencing, anak akan tahu, sampai batas mana orang tua bisa tahan terhadap rengekan atau teriakan si anak,” tandas wanita bersuara lembut ini serius.
BIARKAN SENDIRI
Tindakan pertama yang harus segera dilakukan ketika anak sedang tantrum, adalah membiarkannya sendiri, selama itu memungkinkan. Anda juga bisa mencoba mengajarinya mengontrol diri lewat hal-hal kecil dengan pertanyaan-pertnyaan pilihan, hindari penggunaan kata-kata yang membuat anak hanya menjawab dengan “ya” atau “enggak”. Jika anak marah karena menginginkan sesuatu, pertimbangkan keinginan tersebut dengan serius. Mungkin saja karena ia tidak tahu cara yang tepat untuk mengungkapkan keinginannya, sehingga dia marah hanya untuk sebuah keinginan yang sederhana.
HINDARI HUKUMAN FISIK
Tetap tenang adalah hal terpenting menghadapi tantrum. Anak akan menjadikan Anda sebagai contoh, jadilah contoh yang baik dengan cara tenang & tidak berteriak saat Anda sedang marah. Teriakan atau hukuman fisik hanya akan diterima oleh anak sebagai sinyal penggunaan kekuatan. “Cara marah dari orang tua atau orang dewasa di sekitar anak, bisa menjadi role model bagi anak,” tutur Jacinta.
Menghukum anak bukanlah cara yang tepat, karena anak mendapat hukuman atas tindakan yang sebetulnya tidak bisa dia kendalikan. Ketika anak tantrum, orang tua harus bisa mengalihkan perhatian anak.mengalihkan perhatian ini berguna, agar orang tua tidak lelah & terbawa emosi. Jika tantrumnya sudah lewat, barulah orang tua bisa mencari tahu apa penyebabnya. Dekapan hangat & ucapan lembut akan membuat si anak dapat mengontrol dirinya kembali. “ Jadi, bukan orang tua yang menanamkan apa yang harus dilakukan oleh anak, tapi orang tua membantu agar anak menemukan sendiri apa yang membuat dia kesal & menemukan jalan keluarnya.”
CARA MENGATASINYA
1. Beri dukungan &bantuan
Pada saat tantrum anak membutuhkan orang tua yang bisa mendengarkan mereka. Peluk pundak anak, & ucapkan kata-kata penuh pengertian.
2. Mengacuhkan tantrum anak
Selama hal itu tidak berbahaya, abaikan dia. Kalau perlu, pindah ke ruangan lain, sehingga tidak ada lagi yang memperhatikan anak yang sedang tantrum. Katakan saja padanya, “Ibu tahu adik sedang marah, Ibu akan meninggalkan kamu sampai kamu tenang. Bila pada Ibu begitu adik sudah siap untuk bicara.”
3. Antisipasi tantrum
Hindari hal yang tak perlu yang tak disukai anak, & bisa memicu tantrum. Beberapa jenis tantrum bisa dicegah dengan tidak melarang anak melakukan sesuatu secara tiba-tiba, melainkan member peringatan beberapa menit sebelum mereka melakukannya.
4. Beri waktu jeda
Kalau tantrumnya terlalu agresif & tak mungkin diabaikan oleh orang tua, pindahkan anak ke ruangan yang agak sepi selama 2-5 menit. Suruhlan anak untuk diam di kursi, di sudut, atau dikamarnya, sekitar 5 menit. Tekankan kepadanya bahwa dia harus berada di tempat tersebut, sampai bisa mengendalikan dirinya. Bila tantrum terjadi di tempat ramai, angkat lah anak ke tempat yang lebih lenggang, berilah pelukan yang menenangkan. Ketika sudah tenang, barulah anak bisa diberi pengertian mengenai keinginannya tadi.
AJAK DIALOG
Dalam dialog tersebut, buatlah agar anak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. “Bukan orang tua yang menanamkan bahwa si anak harus begini atau begitu, karena anak akan tambah frustasi,” Jacinta mengingatkan. Misalnya bertanyalah seperti, “Kenapa tadi adik marah? Adik kesal ya? Kenapa adik kesal? Dada adik terasa sesak? Adik ingi apa sebetulnya?” akan membuat anak mengerti tentang penyebab rasa marah yang tadi meledak.
Menuru Jacinta, pelajarn pengenalan emosi akan membuat anak bisa mengendalikan dirinya ketika emosi tersebut datang. Selain itu juga bisa mengajak anak untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Daftar Pustaka: Brilyantini, 2004, Kumpulan Artikel Psikologi Anak, PT Intisari Mediatama, Jakarta
MOTIVASI BELAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
Motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to move. Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan factor-faktor lain, baik faktor eksternal (misalnya ingin belajar dengan baik agar dapat lapangan pekerjaan dengan gaji baik). Maupun faktor internal (lapar ingin makan, haus ingin minum). Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi.
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organism yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito, 2004:220). Selanjutnya menurut Walgito motivasi mengandung 3 aspek:
A. Keadaan mendorong dan kesiapan bergerak dalam diri organism yang timbul karena kebutuhan jasmani, keadaan lingkungan, keadaan mental (berpikir & ingatan).
B. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan tersebut.
C. Sasaran atau tujuan yang dikejar oleh perilaku tersebut.
Belajar merupakan hal yang akan selalu dikerjakan manusia sepanjang hidupnya. Belajar adalah kunci dari suatu proses, seperti memahami perilaku, proses input pengetahuan dan prestasi yang akan dihasilkan dari input pengetahuan tersebut. Aplikasi yang luas terjadi karena belajar juga berkaitan dengan masalah fundamental yang lain, salah satunya motivasi. Oleh karena itu motivasi adalah salah satu pendorong dari perilaku belajar.
Contoh perilaku yang konkritnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Saat anda membaca blog ini maka sedang terjadi proses belajar, tetapi yang dimaksud dengan proses belajar tidak terbatas pada hal tersebut. Cara anda berpakaian sesuai dengan situasi & kondisi, cara anda makan dengan tangan dan mengemudikan kendaraan juga merupakan hasil dari proses belajar yang pasti terdapat berbagai motif & dorongan motivasi di dalamnya.
BAB II
SIKLUS MOTIVASI
Telah dikemukakan bahwa timbulnya motif dipengaruhi oleh faktor internal & eksternal. Dari faktor pemicu, timbul perilaku untuk mencapai tujuan. Selanjutnya muncul tujuan (goal) yang akan dicapai. Sehingga siklus dasar motivasi = Driving State > Instrumental Behaviour > Goal.
Tujuan yang akan dicapai bisa bersifat positif atau negatif. Bersifat positif bila tujuannya adalah mengejar sesuatu yang membahagiakan, lulus Ujian Nasional dimana di dalamnya ada perilaku belajar. Karena itu motivasi belajar merupakan motivasi yang positif. Sedangkan siklus motivasi yang komplek, misalnya seseorang penonton ingat akan kepuasaan pada waktu menikmati konser yang dipentaskan boyband Korea SHINee. Ingatan ini menimbulkan kesadaran akan kemungkinan untuk menikmati lagi konsernya SHINee. Kondisi ini disebut kesadaran akan potensi kepuasan yang akan diperoleh atau motive state. Orang tadi pada waktu yang lain mencari informasi kapan SHINee akan mengadakan konser lagi agar mendapatkan kepuasan. Faktor kognitif dalam siklus motif akan membantu kita memahami motivasi manusia, dan faktor kognitif tentu takkan lepas dari perilaku belajar.
BAB III
PENGERTIAN BELAJAR
Ada pendapat beberapa ahli mengenai definisi belajar, antara lain:
1. CRONBACH, LINDRGEN, CROW && CROW
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi karena pengalaman.
2. MASRUN. SRI MULYANI
Belajar adalah proses perubahan lahir dan batin dimana perubahan yang terjadi bersifat positif dan relative permanen.
3. MORGAN
Belajar adalah segala perubahan perilaku yang relative permanen yang muncul sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari belajar adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja yang dapat menimbulkan tingkah laku (baik actual/nyata maupun tidak) dimana perubahan yang dihasilkan tersebut bersifat positif dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Dari definisi tersebut dapat kita lihat 3 ciri kegiatan belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku, baik secara actual maupun potensial, baik maupun buruk.
2. Perubahan yang terjadi bersifat positif dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.
3. Perubahan tersebut terjadi Karen adanya usaha (termasuk didalamnya latihan dan pengalaman). Perubahan karena efek perkembangan kematangan tidak termasuk dalam proses belajar.
BAB IV
Teori-teori Motivasi
Berdasarkan 3 stimulus (eksternal, internal, atau keduanya) maka timbul berbagai teori tentang motivasi, yaitu:
1. Teori dorongan mengatakan bahwa perilaku didorong ke arah tujuan oleh kondisi yang mendesak (driving state) dalam diri orang atau binatang.
2. Teori Insentif memberi tekanan pada perilaku yang dimotivasi oleh insentif. Teori insentif lebih merupakan satu daya tarik atau rangsangan yang datang dari depan.
3. Teori-proses-terbalik (opponent-process theory) beribicara tentang motivasi untuk mendapatkan kenikmatan sesudah mengatasi tantangan.
4. Teori level optimal berbicara tentang motivasi yang timbul untuk mengejar level optimal. Misalnya, orang yang terlalu sibuk belajar karena mau ujian akan mengalami stress dan kelelahan, selanjutnya termotivasi untuk melakukan sesuatu yang guna mengendorkan stress sampai ke level optimal.
Jenis-jenis Motif
Walgito mensinyalir adanya 2 jenis motif, yaitu:
a. Motif Fisiologis
Berakar pada keadaan jasmani, misalnya dorongan untuk makan, minum, seks, menghirup udara segar.
b. Motif Sosial
Cenderung lebih kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia
Jenis-jenis Motif Sosial
Menurut Mc Clelland (dalam Morgan dkk, 1984) terdapat 3 jenis motif sosial, yaitu:
1. Kebutuhan Berprestasi
Kebutuhan ini merupakan motif sosial yang akan dipelajari secara mendetail. Orang yang mempunyai kebutuhan ini akan meningkatkan kinerjanya, dan dengan demikian akan terlihat kemampuan berprestasinya.
2. Kebutuhan Berafiliasi
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Kebutuhan akan Kekuasaan
Kebutuhan ini timbul & berkembang dalam interaksi sosial. Orang yang mempunyai power needs yang tinggi suka melakukan control, mengendalikan atau memerintah orang lain.
BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Dalam proses belajar kita perlu mengenali input (individu yang akan melakukan proses belajar) dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar tersebut. Jadi faktor yang berpengaruh adalah:
1. INTERNAL
Faktor yang berasal dari diri individu yang meliputi faktor
a) Fisiologis, meliputi kondisi jasmani, fungsi alat indera, saraf sentral, dsb
b) Psikologis, meliputi minat, motivasi, emosi, intelegensi, bakat, dsb
2. EKSTERNAL
Faktor di luar diri individu yang mempengaruhi proses belajar dan meliputi faktor
a) Sosial/Lingkungan, yaitu pola asuh dalam keluarga, dukungan dari lingkungan di sekitar individu, kehadiran seseorang secara langsung ataupun representasinya (kehadiran hanya dalam pikiran/tidak nyata), misalnya bila teringat orangtua maka motivasi untuk belajar agar mendapat IPK tinggi, akan meningkat.
b) Instrumental, meliputi alat perlengkapan belajar, ruang belajar, ventilasi, penerangan, cuaca, materi yang diberikan, peraturan-peraturan yang mengikat dalam proses belajar, dsb.
Dewasa ini terdapat 3 pokok pandangan mengenai proses terjadinya belajar, yaitu:
1. Trial anad Error Learning, yaitu proses belajar yang terjadi melalui coba-coba (trial) dan kesalahan (eror). (Thorndike)
2. Insight Learning, yaitu proses belajar yang diawali dengan proses trial dan eror, tetapi dari peristiwa tersebut akhirnya dicapai suatu pemahaman. (Kohler dan Koffka)
3. Conditioning Learning, yaitu proses belajar melalui pengkondisian. (Pavlov dan Skinner)
BAB VI
HUBUNGAN MOTIVASI DAN BELAJAR
Antara motivasi dan belajar tentu saja memiliki hubungan yang erat. Karena proses belajar tidak akan terjadi bila tidak ada motif, sedangkan dorongan untuk melakukan motif-motif tersebut disebut dengan motivasi. Seseorang melakukan proses belajar tentu saja tidak lepas karena memiliki tujuan-tujuan tertentu, misalnya prestasi, materi, pengetahuan, diakui, kekuasaan dan lain sebagainya.
Dalam hal berprestasi penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai n-achievement tinggi, akan mempunyai kinerja yang lebih baik. Tentu saja orang-orang tersebut mempunyai motivasi yang besar. Sedangkan dalam berafiliasi orang yang kuat kebutuhan afiliasinya akan selalu mencari teman, dan berusaha mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan motivasi yang kuat yang dimiliki orang tersebut, begitu juga motivasi tak bisa lepas dengan kebutuhan akan kekuasaan.
Dalam kehidupan sehari-hari individu sering dihadapkan pada tantangan; terus belajar dan belajar dan dalam individu terdapat motivasi untuk menguasai tantangan tersebut. Motif ini termasuk intrinsic karena merupakan kebutuhan internal akan kompetensi dan self-determination.
BAB VII
PENUTUP
Demikianlah penjelasan saya tentang hubungan motivasi dan belajar yang sepertinya memang tidak dapat dipisahkan. Bila ada kesalahan harap dimaklumi. Terima kasih ^_^
PENDAHULUAN
Motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to move. Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan factor-faktor lain, baik faktor eksternal (misalnya ingin belajar dengan baik agar dapat lapangan pekerjaan dengan gaji baik). Maupun faktor internal (lapar ingin makan, haus ingin minum). Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi.
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organism yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito, 2004:220). Selanjutnya menurut Walgito motivasi mengandung 3 aspek:
A. Keadaan mendorong dan kesiapan bergerak dalam diri organism yang timbul karena kebutuhan jasmani, keadaan lingkungan, keadaan mental (berpikir & ingatan).
B. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan tersebut.
C. Sasaran atau tujuan yang dikejar oleh perilaku tersebut.
Belajar merupakan hal yang akan selalu dikerjakan manusia sepanjang hidupnya. Belajar adalah kunci dari suatu proses, seperti memahami perilaku, proses input pengetahuan dan prestasi yang akan dihasilkan dari input pengetahuan tersebut. Aplikasi yang luas terjadi karena belajar juga berkaitan dengan masalah fundamental yang lain, salah satunya motivasi. Oleh karena itu motivasi adalah salah satu pendorong dari perilaku belajar.
Contoh perilaku yang konkritnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Saat anda membaca blog ini maka sedang terjadi proses belajar, tetapi yang dimaksud dengan proses belajar tidak terbatas pada hal tersebut. Cara anda berpakaian sesuai dengan situasi & kondisi, cara anda makan dengan tangan dan mengemudikan kendaraan juga merupakan hasil dari proses belajar yang pasti terdapat berbagai motif & dorongan motivasi di dalamnya.
BAB II
SIKLUS MOTIVASI
Telah dikemukakan bahwa timbulnya motif dipengaruhi oleh faktor internal & eksternal. Dari faktor pemicu, timbul perilaku untuk mencapai tujuan. Selanjutnya muncul tujuan (goal) yang akan dicapai. Sehingga siklus dasar motivasi = Driving State > Instrumental Behaviour > Goal.
Tujuan yang akan dicapai bisa bersifat positif atau negatif. Bersifat positif bila tujuannya adalah mengejar sesuatu yang membahagiakan, lulus Ujian Nasional dimana di dalamnya ada perilaku belajar. Karena itu motivasi belajar merupakan motivasi yang positif. Sedangkan siklus motivasi yang komplek, misalnya seseorang penonton ingat akan kepuasaan pada waktu menikmati konser yang dipentaskan boyband Korea SHINee. Ingatan ini menimbulkan kesadaran akan kemungkinan untuk menikmati lagi konsernya SHINee. Kondisi ini disebut kesadaran akan potensi kepuasan yang akan diperoleh atau motive state. Orang tadi pada waktu yang lain mencari informasi kapan SHINee akan mengadakan konser lagi agar mendapatkan kepuasan. Faktor kognitif dalam siklus motif akan membantu kita memahami motivasi manusia, dan faktor kognitif tentu takkan lepas dari perilaku belajar.
BAB III
PENGERTIAN BELAJAR
Ada pendapat beberapa ahli mengenai definisi belajar, antara lain:
1. CRONBACH, LINDRGEN, CROW && CROW
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi karena pengalaman.
2. MASRUN. SRI MULYANI
Belajar adalah proses perubahan lahir dan batin dimana perubahan yang terjadi bersifat positif dan relative permanen.
3. MORGAN
Belajar adalah segala perubahan perilaku yang relative permanen yang muncul sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari belajar adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja yang dapat menimbulkan tingkah laku (baik actual/nyata maupun tidak) dimana perubahan yang dihasilkan tersebut bersifat positif dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Dari definisi tersebut dapat kita lihat 3 ciri kegiatan belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku, baik secara actual maupun potensial, baik maupun buruk.
2. Perubahan yang terjadi bersifat positif dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.
3. Perubahan tersebut terjadi Karen adanya usaha (termasuk didalamnya latihan dan pengalaman). Perubahan karena efek perkembangan kematangan tidak termasuk dalam proses belajar.
BAB IV
Teori-teori Motivasi
Berdasarkan 3 stimulus (eksternal, internal, atau keduanya) maka timbul berbagai teori tentang motivasi, yaitu:
1. Teori dorongan mengatakan bahwa perilaku didorong ke arah tujuan oleh kondisi yang mendesak (driving state) dalam diri orang atau binatang.
2. Teori Insentif memberi tekanan pada perilaku yang dimotivasi oleh insentif. Teori insentif lebih merupakan satu daya tarik atau rangsangan yang datang dari depan.
3. Teori-proses-terbalik (opponent-process theory) beribicara tentang motivasi untuk mendapatkan kenikmatan sesudah mengatasi tantangan.
4. Teori level optimal berbicara tentang motivasi yang timbul untuk mengejar level optimal. Misalnya, orang yang terlalu sibuk belajar karena mau ujian akan mengalami stress dan kelelahan, selanjutnya termotivasi untuk melakukan sesuatu yang guna mengendorkan stress sampai ke level optimal.
Jenis-jenis Motif
Walgito mensinyalir adanya 2 jenis motif, yaitu:
a. Motif Fisiologis
Berakar pada keadaan jasmani, misalnya dorongan untuk makan, minum, seks, menghirup udara segar.
b. Motif Sosial
Cenderung lebih kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia
Jenis-jenis Motif Sosial
Menurut Mc Clelland (dalam Morgan dkk, 1984) terdapat 3 jenis motif sosial, yaitu:
1. Kebutuhan Berprestasi
Kebutuhan ini merupakan motif sosial yang akan dipelajari secara mendetail. Orang yang mempunyai kebutuhan ini akan meningkatkan kinerjanya, dan dengan demikian akan terlihat kemampuan berprestasinya.
2. Kebutuhan Berafiliasi
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Kebutuhan akan Kekuasaan
Kebutuhan ini timbul & berkembang dalam interaksi sosial. Orang yang mempunyai power needs yang tinggi suka melakukan control, mengendalikan atau memerintah orang lain.
BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Dalam proses belajar kita perlu mengenali input (individu yang akan melakukan proses belajar) dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar tersebut. Jadi faktor yang berpengaruh adalah:
1. INTERNAL
Faktor yang berasal dari diri individu yang meliputi faktor
a) Fisiologis, meliputi kondisi jasmani, fungsi alat indera, saraf sentral, dsb
b) Psikologis, meliputi minat, motivasi, emosi, intelegensi, bakat, dsb
2. EKSTERNAL
Faktor di luar diri individu yang mempengaruhi proses belajar dan meliputi faktor
a) Sosial/Lingkungan, yaitu pola asuh dalam keluarga, dukungan dari lingkungan di sekitar individu, kehadiran seseorang secara langsung ataupun representasinya (kehadiran hanya dalam pikiran/tidak nyata), misalnya bila teringat orangtua maka motivasi untuk belajar agar mendapat IPK tinggi, akan meningkat.
b) Instrumental, meliputi alat perlengkapan belajar, ruang belajar, ventilasi, penerangan, cuaca, materi yang diberikan, peraturan-peraturan yang mengikat dalam proses belajar, dsb.
Dewasa ini terdapat 3 pokok pandangan mengenai proses terjadinya belajar, yaitu:
1. Trial anad Error Learning, yaitu proses belajar yang terjadi melalui coba-coba (trial) dan kesalahan (eror). (Thorndike)
2. Insight Learning, yaitu proses belajar yang diawali dengan proses trial dan eror, tetapi dari peristiwa tersebut akhirnya dicapai suatu pemahaman. (Kohler dan Koffka)
3. Conditioning Learning, yaitu proses belajar melalui pengkondisian. (Pavlov dan Skinner)
BAB VI
HUBUNGAN MOTIVASI DAN BELAJAR
Antara motivasi dan belajar tentu saja memiliki hubungan yang erat. Karena proses belajar tidak akan terjadi bila tidak ada motif, sedangkan dorongan untuk melakukan motif-motif tersebut disebut dengan motivasi. Seseorang melakukan proses belajar tentu saja tidak lepas karena memiliki tujuan-tujuan tertentu, misalnya prestasi, materi, pengetahuan, diakui, kekuasaan dan lain sebagainya.
Dalam hal berprestasi penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai n-achievement tinggi, akan mempunyai kinerja yang lebih baik. Tentu saja orang-orang tersebut mempunyai motivasi yang besar. Sedangkan dalam berafiliasi orang yang kuat kebutuhan afiliasinya akan selalu mencari teman, dan berusaha mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan motivasi yang kuat yang dimiliki orang tersebut, begitu juga motivasi tak bisa lepas dengan kebutuhan akan kekuasaan.
Dalam kehidupan sehari-hari individu sering dihadapkan pada tantangan; terus belajar dan belajar dan dalam individu terdapat motivasi untuk menguasai tantangan tersebut. Motif ini termasuk intrinsic karena merupakan kebutuhan internal akan kompetensi dan self-determination.
BAB VII
PENUTUP
Demikianlah penjelasan saya tentang hubungan motivasi dan belajar yang sepertinya memang tidak dapat dipisahkan. Bila ada kesalahan harap dimaklumi. Terima kasih ^_^
Rabu, 03 November 2010
Budaya Coret-coret Seragam Setelah Lulus Sekolah
Aksi corat-coret seragam sekolah saat lulu SMA sudah seperti sebuah 'ritual' di kalangan para siswa. Budaya ini sudah ada sejak jaman 'Evaluasi Belajar Tahap Nasional'(Ebtanas), hingga jaman Ujian Nasional (UN) di era millenium saat ini. Tak peduli berapa pun nilai hasil UN nya, "yang penting lulus dulu.
UN yang bagi seluruh Siswa SMU khususnya yang berada di kelas 3, adalah sesuatu hal yang perlu diseriusi. karena ini merupakan gerbang pertama yang menjadi penentu langkah selanjutnya. Keberhasilan tersebut harus dirayakan dengan penuh euforia. Implementasinya yang dengan coret-coret baju seragam.
Tak sedikit mereka yang merelakan wajah, tubuh hingga rambutnya untuk dijadikan sasaran coretan cat pilox. Tapi itu bukan soal, yang penting senang dulu, walaupun besok-besok baru ngerasa pusing plus bingung mau ke mana setelah lulus. Namun kenyatannya tradisi yang entah dari mana asal-usulnya tersebut terus saja dilakukankan di seluruh penjuru tanah air, terutama bagi pelajar-pelajar lulusan SMA yang telah menjadi kaum urban.
Pada ‘musim’ lulusan tahun ini, Rakyat Pos, mencoba menyelami apresiasi para siswa yang meraih kelulusan pada Ujian Nasional. Sebagian besar dari mereka mengaku bahwa aksi coret-coret tersebut nerupakan bentuk pelampiasan ekspresi mereka merayakan sebuah kebebasan.
Namun bagi sebagian siswa, menyemarakkan momentum itu dengan melakukan aksi coret-coret baju seragam, atau sekedar membubuhi tandatangan sesama teman, sebagai wujud kebahagiaan. Layaknya seperti tradisi valentine, kandati tak semua orang mengetahui asal-usul dan maknanya, namun karena sudah tradisi yang sepertinya sulit untuk ditinggalkan, yang penting ikut-ikutan mencoret atau dicoret sebagai kenang-kenangan. Budaya warisan kakak-kakak kelas ini, seolah doktrin yang diikuti para penerusnya mentah-mentah.
Seperti yang dilakukan kedua remaja putri di atas. Mereka membubuhkan tanda tangan teman-teman mereka, juga ungkapa-ungkapan kesenengan mereka karena lulus UN di seragam mereka. Bagi mereka itu akan menjadi suatu kenangan yang dapat diingat, ditunjukkan atau diceritakan tua nanti.
Meskipun menyenangkan, namun ada kalanya budaya corat-coret seragam ini merugikan masyarakat sekitar, entah itu mengendarakan motor secara kencang-kencang atau mengusili masyarakat sekitar. Namun kembali lagi, ini lebih tergantung dengan karakter murid-murid tersebut. Budaya ini tak apa tetap diteruskan, tapi jangan menganggu masyarakat sekitar atau merugikan.
Langganan:
Postingan (Atom)