Pertumbuhan internet berlangsung sangat cepat dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Internet memberikan segudang flexibilitas dalam mencari informasi dan hal lainnya. Secara teoritis internet merupakan terobosan dalam membantu jalannya kehidupan manusia karena bentuknya yang merupakan dunia universal yang bersifat virtual yang terdiri dari jutaan jaringan, komputer, dan pengguna, namun secara praktek, internet juga memberikan banyak sekali kerugian. Kerugian-kerugian tersebut meliputi masalah privasi, ekonomi, keamanan, dan psikologis.
Tulisan ini akan membahas dampak internet terhadap anak dan remaja. Dalam survei yang dilakukan oleh Amerika Serikat, 22,2% dari 76 juta pengguna internet di Amerika adalah anak berusia 3 tahun ke atas, dengan 1/5 nya merupakan anak yang memiliki fasilitas akses internet di rumah, dan 55 juta pelajar mendapatkan fasilitas internet dari sekolah. Ini berarti jutaan anak dapat mengakses informasi yang belum dapat dicerna oleh otak mereka yang belum sepenuhnya matang, dan kemungkinan besar informasi yang diterima tidak akan dicerna dengan menggunakan hubungan kausal yang baik dan logis sehingga banyak dari mereka akan menimbun informasi tersebut dalam memori untuk sewaktu-waktu dipraktekkan tanpa pengawasan dari orang yang lebih tua. Anak-anak dalam tahap perkembangan yang masih dini yang selalu merasa ingin tahu segalanya akan dengan senang hati mencari-cari informasi mengenai hal yang selalu dilarang oleh orangtua mereka. Perilaku ini dapat menimbulkan kecenderungan untuk mencontoh hal-hal yang pernah dilihat dan mempraktekkannya dalam kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
Michael A. Weinstein, profesor dari bidang Political Science di Purdue University percaya bahwa para pelajar yang bermain internet secara berlebihan akan kehilangan kemampuan pemahaman, kemampuan akademis, dan kesabaran dalam menjalani hubungan sosial dengan dunia nyata. Weinstein juga percaya bahwa internet akan mengintensifkan efek negatif yang telah televisi berikan terhadap kemampuan sosial manusia.
Kecanduan juga merupakan salah satu hal yang paling merugikan dalam penggunaan teknologi internet. Dalam studi yang dilakukan di AS, kecanduan (Addiction) digolongkan ke dalam gangguan psikologis. Internet addiction dapat dikenali jika (a) Internet digunakan sebagai alat pemuas hasrat, dan melepaskan diri dari stres; (b) Penderita merasa gelisah, terganggu, tidak dapat mengendalikan diri, atau depresi ketika tidak menggunakan internet; (c) Menggunakan internet dalam kurun waktu yang lama dan terus bertambah, juga menghabiskan uang yang berlebihan untuk keperluan internet; (d) Meninggalkan pekerjaan, sekolah, ataupun kewajiban terhadap keluarga (Gawel, 1998). Beberapa pecandu internet berkata bahwa setiap "berselancar" dalam internet, mereka merasa seperti sedang dalam pengaruh kokain.
Para pengguna internet, khususnya remaja sekarang ini bukan hanya dinilai sebagai korban dari teknologi informasi, namun dalam beberapa kasus juga dinilai sebagai kriminal. Banyak kasus yang telah melibatkan remaja-remaja pecandu internet yang melakukan penguntitan, kekerasan, maupun pelecehan seksual. Hal ini berbanding lurus dengan para orangtua yang mengeluhkan perubahan negatif yang terjadi kepada anak mereka. Hal yang dikeluhkan tidak jauh dari sikap acuh tak acuh mereka terhadap kehidupan sosial nyata mereka, dan perlakuseksual yang kompulsif. Menurut data dari survei yang pernah dilakukan oleh London School Of Economics tahun 2002, 90% anak berusia antara 8 sampai 16 tahun telah melihat berbagai bentuk macam pornografi di internet. Bayangkan bagaimana mereka mencerna konten seksual seperti itu dalam kemampuan dan kematangan cara berpikir yang belum sempurna.
Melihat kasus penyalahgunaan internet yang terjadi dalam kehidupan manusia, sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan internet sebagai sesuatu yang bersifat virtual ini sepenuhnya. Hal ini sepenuhnya tanggung jawab para pengguna dan para pembuat website. Orangtua seharusnya melakukan proteksi dan pengawasan yang lebih baik terhadap anak-anak di bawah umur agar tidak terjerumus ke dalam hal yang negatif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti tidak menempatkan komputer di kamar pribadi anak, mengaktifkan adult-filter dalam komputer, maupun online bersamaan dengan anak. Intinya adalah jangan takut dalam menegakkan otoritas sebagai orangtua (tapi juga jangan otoriter, yang sedang-sedang saja lah).
sources:
http://www.actforyouth.net/documents/Oct061.pdf
http://www.sierrasource.com/cep612/internet.html
http://www.center-school.org/pko/documents/AdolescentInternetusepdf.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar